Monday, March 28, 2011

Broom Corn Untuk Kesehatan Hati


Broom corn dan kedelai adalah kebutuhan yang penting bagi tubuh. Mereka berdua wajib ada untuk memenuhi kebutuhan dasar organ tubuh. Broomcorn baik untuk hati dan lambung. Terutama jika mengalami diare. Buburlah broomcorn dan makanlah selagi hangat.


Catatan tentang Broomcorn :

Boormcorn bukanlah jagung bunga jagung. Broomcorn hanyalah rumput panjang yang berbentuk baling-baling diatasnya. Broomcorn  sangat dibutuhkan sebagai bahan utama pembuatan sapu.Broomcorn juga berguna sebagai bahan pemanis buket dekorasiyang membuat rumah nampak lebih bersinar. Para pengrajin sangat menyukai broomcorn karena fungsinya yang banyak dan dapat digunakan untuk hiasan apapun, seperti mahkota, sapu, tanamanhiasan dinding dan masih banyak lagi. Broomcorn juga mempunyai biji-biji yang cantik dan kuat. Itulah sebabnya broomcorn mudah digunakan sbagai bahan kerajinan.


Broom corn is not really a corn at all. Broom corn is more of a tall grass that forms a majestic fan shaped seed head instead of ears of corn. Broom corn is used in the making of brooms. A natural bristled broom is madefrom the straw part of the broom corn plant. Broom corn is also used in decorative bouquets that you use to brighten a home. Broom corn is an ornamental plant that can also be made into a useful item like a broom. Crafters love broom corn since it is a multi purpose plant that can be used in many different types of crafts. Wreaths, bouquets, brooms, wall hangings and other craft bits and pieces can use broom corn. Broom corn has colorful seeds and strong stems that make it easy to use in craft projects.(source: How to Grow Broomcorn)

Sumber: Yellow Emperor’s Inner Canon n  Wikipedia 

Sunday, March 27, 2011

Kacang Kedelai Untui Kesehatan Ginjal


Yang dimaksud denganb kacang kedelai di sini adalah kacang kedelai hitam, yang biasanya digunakan untuk kecap.Kedelai jenis in digunakan untuk detosifikasi, membersihkan organ ginjal dan menghilangkan jerawat pada kulit. Bagus untuk penderita penyakit ginjal.


Catatan Wikipedia tentang Kedelai :

Kedelai (kadang-kadang ditambah "kacang" di depan namanya) adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910.

Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan Indonesia.

Beberapa kultivar kedelai putih budidaya di Indonesia, di antaranya adalah 'Ringgit', 'Orba', 'Lokon', 'Darros', dan 'Wilis'. "Edamame" adalah sejenis kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang.

Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan, setelah panen padi. Pengerjaan tanah biasanya minimal. Biji dimasukkan langsung pada lubang-lubang yang dibuat. Biasanya berjarak 20-30cm. Pemupukan dasar nitrogen dan fosfat diperlukan, namun setelah tanaman tumbuh penambahan nitrogen tidak memberikan keuntungan apa pun. Lahan yang belum pernah ditanami kedelai dianjurkan diberi "starter" bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penugalan tanah dilakukan pada saat tanaman remaja (fase vegetatif awal), sekaligus sebagai pembersihan dari gulma dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan kalium dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat biaya.

Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Cina. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia.
Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.
Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi
  • tahu (tofu),
  • bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam),
  • tempe
  • susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa),
  • tepung kedelai,
  • minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel.
  • taosi
  • tauco
Sumber: Yellow Emperor’s Inner Canon n  Wikipedia 

Saturday, March 26, 2011

Gandum untuk kesehatan Jantung

 

Karena gandum tumbuh hampir sepanjang musim, yaitu tumbuh di musim gugur, berhenti berkembang di musim dingin, dan mulai tumbuh daun di musim semi serta berbuah dimusim panas, maka gandum mempunyai hampir seluruh mineral yg dipunyai oleh cereal-cereal lainnya. Gandum bagus untuk menenangkan jantung yang gelisah,mengurangi peluh yang berlebihan, rasa gelisah pada wanita-wanita menjelang menoupause dan berkeringat dingin pada malam hari.

Catatan Wikipedia tentang Gandum
 
Gandum (Triticum spp.) adalah sekelompok tanaman serealia dari suku padi-padian yang kaya akan karbohidrat. Gandum biasanya digunakan untuk memproduksi tepung terigu, pakan ternak, ataupun difermentasi untuk menghasilkan alkohol.

Gandum merupakan makanan pokok manusia, pakan ternak dan bahan industri yang mempergunakan karbohidrat sebagai bahan baku [2]. Gandum dapat diklasifikasikan berdasarkan tekstur biji gandum (kernel), warna kulit biji (bran), dan musim tanam. Berdasarkan tekstur kernel, gandum diklasifikasikan menjadi hard, soft, dan durum. Sementara itu berdasarkan warna bran, gandum diklasifikasikan menjadi red (merah) dan white (putih). Untuk musim tanam, gandum dibagi menjadi winter (musim dingin) dan spring (musim semi). Namun, secara umum gandum diklasifikasikan menjadi hard wheat, soft wheat dan durum wheat.

T. aestivum (hard wheat)

T. aestivum adalah spesies gandum yang paling banyak ditanam di dunia dan banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti karena mempunyai kadar protein yang tinggi. Gandum ini mempunyai ciri-ciri kulit luar berwarna coklat, bijinya keras, dan berdaya serap air tinggi. Setiap bulir terdiri dari dua sampai lima butir gabah.

T. compactum (soft wheat)

T. compactum merupakan spesies yang berbeda dan hanya sedikit ditanam. Setiap bulirnya terdiri dari tiga sampai lima buah, berwarna putih sampai merah, bijinya lunak, berdaya serap air rendah dan berkadar protein rendah. Jenis gandum ini biasanya digunakan untuk membuat biskuit dan kadang-kadang membuat roti.

T. durum (durum wheat)

T. durum merupakan jenis gandum yang khusus. Ciri dari gandum ini ialah bagian dalam (endosperma) yang berwarna kuning, bukan putih, seperti jenis gandum pada umumnya dan memiliki biji yang lebih keras, serta memiliki kulit yang berwarna coklat. Gandum jenis ini digunakan untuk membuat produk-produk pasta, seperti makaroni, spageti, dan produk pasta lainnya [3].

Sumber: Yellow Emperor’s Inner Canon n  Wikipedia

Friday, March 25, 2011

Beras untuk kesehatan Paru-Paru

 

Ternyata, beras, sebagai makanan pokok orang Indonesia, sangat bagus untuk paru-paru. Beras, termasuk juga jelai (Barley) selain untuk paru-paru, dapat pula dipergunakan untuk menyehatkan lambung. Khasiatnya akan menjadi nyata ketika anda sesak nafas dan sedang mengalami batuk. Minumlah air rebusan beras (Air Tajin) atau air dari pembuatan bubur beras untuk melegakan batuk dan sesak nafasnya.

Catatan tentang Barley (jelai) dari Wikipedia
Jelai (Hordeum vulgare, Ingg. barley) adalah sejenis serealia untuk pakan ternak, penghasil malt, dan sebagai makanan kesehatan. Jelai adalah anggota suku padi-padian (Poaceae). Pada tahun 2005, jelai berada pada urutan keempat dari jumlah produksi dunia dan luas area penanaman serealia di dunia (560.000 km²).[1] Waktu berkecambahnya sekitar 1-3 hari.

Jelai adalah salah satu dari tanaman panenan budi daya pertama di Timur Dekat, pada waktu yang sama dengan gandum einkorn dan emmer.

Di samping gandum emmer, jelai adalah bahan pokok sereal Mesir kuno, yang digunakan untuk membuat roti dan bir. Keduanya bersama-sama adalah bahan makanan yang lengkap. Nama yang umum untuk jelai adalah jt (diduga diucapkan "it"); šma (diduga diucapkan "SHE-ma") mengacu kepada jelai Mesir Hulu dan merupakan lambang dari Mesir Hulu. Menurut Kitab Ulangan 8:8, jelai adalah salah satu dari "Ketujuh Spesies" tanaman yang mencirikan kesuburan Tanah Perjanjian Kanaan, dan jelas mempunyai peranan penting dalam ibadah korban Israel kuno yang digambarkan dalam Pentateukh (lihat mis. Kitab Bilangan 5:15).

Di masa Yunani kuno, makna keagamaan jelai diduga dimulai pada tahap-tahap paling awal dari Misteri Eleusinian. Minuman Kykeon, yakni campuran minuman untuk mereka yang menjalani ritual inisiasi, yang disiapkan dari jelai dan ramu-ramuan, dirujuk dalam Nyanyian Homerik untuk Demeter, yang juga disebut "Ibu Jelai".

Orang Yunani biasanya mengeringkan jelai yang sudah ditumbuk kasar dan memanggangnya sebelum dijadikan bubur, demikian menurut Plinius Tua di dalam Sejarah Alam (xviii.72). Proses ini menghasilkan malt yang segera meragi dan menjadi sedikit beralkohol.

Jelai Tibet selama berabad-abad menjadi makanan utama di Tibet. Jelai ini dijadikan produk tepung yang disebut tsampa. Para ahli paleobotani menemukan bahwa jelai telah ditanam di Jazirah Korea sejak Awal Periode Tembikar Mumun (l.k. 1500–850 SM) bersama-sama dengan tanaman lainnya seperti jewawut, gandum, dan sayur-sayuran (Crawford dan Lee 2003).

Sumber: Yellow Emperor’s Inner Canon n  Wikipedia

Thursday, March 24, 2011

Milet Untuk Kesehatan Limpha Anda

 
Pearl Millet (Milet Mutiara)
Milet adalah panganan utama jenis sereal karena itu Milet adalah tonik yang sangat bagus untuk kesehatan limpha dan lambung Sari pati Milet bisa didapat saat kita merebusnya. Sama halnya dengan saat kita menanak nasi, bagian atas air rebusan (Air Tajin, Javanese language) inilah yang kita ambil dan disebut sebagai tonik. Tonik ini berguna untuk orang orang yang lemas, tak bertenaga dan bisa dipergunakan untuk memperpanjang hidupnya. Catatan dari Wikipedia tentang Milet Milet (dari bahasa Inggris: millet) merupakan sekelompok serealia yang memiliki bulir berukuran kecil. Pengelompokan ini tidak memiliki dasar botani maupun agronomi. Penyebutan milet adalah semata untuk mengelompokkan berbagai serealia minor (bukan utama). Sorgum dan jali kadang-kadang dianggap sebagai milet, sementara beberapa jenis serealia minor, seperti fonio dan tef sering pula dimasukkan. Tanaman pangan yang biasa dimasukkan sebagai milet adalah Tanaman-tanaman berikut ini juga dianggap sebagai milet, meskipun rumpun segarnya sering pula dijadikan sebagai hijauan ternak: Milet di beberapa tempat, masih menjadi bahan makanan pokok penting di Asia Selatan dan Afrika. Di tempat-tempat lain, budidaya juga dilakukan sebagai sumber pakan burung peliharaan atau sebagai hijauanternak. Secara umum milet banyak mengandung Vitamin B, terutama niasin, vitamin B6, dan folat; mineral yang dikandungnya terutama kalsium, besi, kalium, magnesium, dan seng
Sumber: Yellow Emperor’s Inner Canon n  Wikipedia

Monday, March 21, 2011

5 Cereals For 5 Organs

Anda ingin ke 5 (lima) organ vital tubuh anda sehat? Menurut Yellow Emperor’s Inner Canon anda sebaiknya mengkonsumsi 5 jenis sereal berikut ini:

1) Milet untuk kesehatan Limpha

Pearl Millet (Milet Mutiara)
Milet adalah panganan utama jenis sereal karena itu Milet adalah tonik yang sangat bagus untuk kesehatan limpha dan lambung Sari pati Milet bisa didapat saat kita merebusnya. Sama halnya dengan saat kita menanak nasi, bagian atas air rebusan (Air Tajin, Javanese language) inilah yang kita ambil dan disebut sebagai tonik. Tonik ini berguna untuk orang orang yang lemas, tak bertenaga dan bisa dipergunakan untuk memperpanjang hidupnya.

Catatan dari Wikipedia tentang Milet
Milet (dari bahasa Inggris: millet) merupakan sekelompok serealia yang memiliki bulir berukuran kecil. Pengelompokan ini tidak memiliki dasar botani maupun agronomi. Penyebutan milet adalah semata untuk mengelompokkan berbagai serealia minor (bukan utama). Sorgum dan jali kadang-kadang dianggap sebagai milet, sementara beberapa jenis serealia minor, seperti fonio dan tef sering pula dimasukkan.
Tanaman pangan yang biasa dimasukkan sebagai milet adalah
Tanaman-tanaman berikut ini juga dianggap sebagai milet, meskipun rumpun segarnya sering pula dijadikan sebagai hijauan ternak:
Milet pernah dan, di beberapa tempat, masih menjadi bahan makanan pokok penting di Asia Selatan dan Afrika. Di tempat-tempat lain, budidaya juga dilakukan sebagai sumber pakan burung peliharaan atau sebagai hijauan ternak.

Secara umum milet banyak mengandung Vitamin B, terutama niasin, vitamin B6, dan folat; mineral yang dikandungnya terutama kalsium, besi, kalium, magnesium, dan seng.

 2) Beras untuk kesehatan Paru-Paru 


Ternyata, beras, sebagai makanan pokok orang Indonesia, sangat bagus untuk paru-paru. Beras, termasuk juga jelai (Barley) selain untuk paru-paru, dapat pula dipergunakan untuk menyehatkan lambung. Khasiatnya akan menjadi nyata ketika anda sesak nafas dan sedang mengalami batuk. Minumlah air rebusan beras (Air Tajin) atau air dari pembuatan bubur beras untuk melegakan batuk dan sesak nafasnya.

Catatan tentang Barley (jelai) dari Wikipedia
Jelai (Hordeum vulgare, Ingg. barley) adalah sejenis serealia untuk pakan ternak, penghasil malt, dan sebagai makanan kesehatan. Jelai adalah anggota suku padi-padian (Poaceae). Pada tahun 2005, jelai berada pada urutan keempat dari jumlah produksi dunia dan luas area penanaman serealia di dunia (560.000 km²).[1] Waktu berkecambahnya sekitar 1-3 hari.

Jelai adalah salah satu dari tanaman panenan budi daya pertama di Timur Dekat, pada waktu yang sama dengan gandum einkorn dan emmer.

Di samping gandum emmer, jelai adalah bahan pokok sereal Mesir kuno, yang digunakan untuk membuat roti dan bir. Keduanya bersama-sama adalah bahan makanan yang lengkap. Nama yang umum untuk jelai adalah jt (diduga diucapkan "it"); šma (diduga diucapkan "SHE-ma") mengacu kepada jelai Mesir Hulu dan merupakan lambang dari Mesir Hulu. Menurut Kitab Ulangan 8:8, jelai adalah salah satu dari "Ketujuh Spesies" tanaman yang mencirikan kesuburan Tanah Perjanjian Kanaan, dan jelas mempunyai peranan penting dalam ibadah korban Israel kuno yang digambarkan dalam Pentateukh (lihat mis. Kitab Bilangan 5:15).

Di masa Yunani kuno, makna keagamaan jelai diduga dimulai pada tahap-tahap paling awal dari Misteri Eleusinian. Minuman Kykeon, yakni campuran minuman untuk mereka yang menjalani ritual inisiasi, yang disiapkan dari jelai dan ramu-ramuan, dirujuk dalam Nyanyian Homerik untuk Demeter, yang juga disebut "Ibu Jelai".

Orang Yunani biasanya mengeringkan jelai yang sudah ditumbuk kasar dan memanggangnya sebelum dijadikan bubur, demikian menurut Plinius Tua di dalam Sejarah Alam (xviii.72). Proses ini menghasilkan malt yang segera meragi dan menjadi sedikit beralkohol.

Jelai Tibet selama berabad-abad menjadi makanan utama di Tibet. Jelai ini dijadikan produk tepung yang disebut tsampa. Para ahli paleobotani menemukan bahwa jelai telah ditanam di Jazirah Korea sejak Awal Periode Tembikar Mumun (l.k. 1500–850 SM) bersama-sama dengan tanaman lainnya seperti jewawut, gandum, dan sayur-sayuran (Crawford dan Lee 2003).

 3) Gandum untuk kesehatan Jantung


Karena gandum tumbuh hampir sepanjang musim, yaitu tumbuh di musim gugur, berhenti berkembang di musim dingin, dan mulai tumbuh daun di musim semi serta berbuah dimusim panas, maka gandum mempunyai hampir seluruh mineral yg dipunyai oleh cereal-cereal lainnya. Gandum bagus untuk menenangkan jantung yang gelisah,mengurangi peluh yang berlebihan, rasa gelisah pada wanita-wanita menjelang menoupause dan berkeringat dingin pada malam hari.

Catatan Wikipedia tentang Gandum
 
Gandum (Triticum spp.) adalah sekelompok tanaman serealia dari suku padi-padian yang kaya akan karbohidrat. Gandum biasanya digunakan untuk memproduksi tepung terigu, pakan ternak, ataupun difermentasi untuk menghasilkan alkohol.

Gandum merupakan makanan pokok manusia, pakan ternak dan bahan industri yang mempergunakan karbohidrat sebagai bahan baku [2]. Gandum dapat diklasifikasikan berdasarkan tekstur biji gandum (kernel), warna kulit biji (bran), dan musim tanam. Berdasarkan tekstur kernel, gandum diklasifikasikan menjadi hard, soft, dan durum. Sementara itu berdasarkan warna bran, gandum diklasifikasikan menjadi red (merah) dan white (putih). Untuk musim tanam, gandum dibagi menjadi winter (musim dingin) dan spring (musim semi). Namun, secara umum gandum diklasifikasikan menjadi hard wheat, soft wheat dan durum wheat.

T. aestivum (hard wheat)

T. aestivum adalah spesies gandum yang paling banyak ditanam di dunia dan banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti karena mempunyai kadar protein yang tinggi. Gandum ini mempunyai ciri-ciri kulit luar berwarna coklat, bijinya keras, dan berdaya serap air tinggi. Setiap bulir terdiri dari dua sampai lima butir gabah.

T. compactum (soft wheat)

T. compactum merupakan spesies yang berbeda dan hanya sedikit ditanam. Setiap bulirnya terdiri dari tiga sampai lima buah, berwarna putih sampai merah, bijinya lunak, berdaya serap air rendah dan berkadar protein rendah. Jenis gandum ini biasanya digunakan untuk membuat biskuit dan kadang-kadang membuat roti.

T. durum (durum wheat)

T. durum merupakan jenis gandum yang khusus. Ciri dari gandum ini ialah bagian dalam (endosperma) yang berwarna kuning, bukan putih, seperti jenis gandum pada umumnya dan memiliki biji yang lebih keras, serta memiliki kulit yang berwarna coklat. Gandum jenis ini digunakan untuk membuat produk-produk pasta, seperti makaroni, spageti, dan produk pasta lainnya [3].

4) Kacang Kedelai Untui Kesehatan Ginjal


Yang dimaksud denganb kacang kedelai di sini adalah kacang kedelai hitam, yang biasanya digunakan untuk kecap.Kedelai jenis in digunakan untuk detosifikasi, membersihkan organ ginjal dan menghilangkan jerawat pada kulit. Bagus untuk penderita penyakit ginjal.


Catatan Wikipedia tentang Kedelai :

Kedelai (kadang-kadang ditambah "kacang" di depan namanya) adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910.

Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan Indonesia.

Beberapa kultivar kedelai putih budidaya di Indonesia, di antaranya adalah 'Ringgit', 'Orba', 'Lokon', 'Darros', dan 'Wilis'. "Edamame" adalah sejenis kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang.

Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan, setelah panen padi. Pengerjaan tanah biasanya minimal. Biji dimasukkan langsung pada lubang-lubang yang dibuat. Biasanya berjarak 20-30cm. Pemupukan dasar nitrogen dan fosfat diperlukan, namun setelah tanaman tumbuh penambahan nitrogen tidak memberikan keuntungan apa pun. Lahan yang belum pernah ditanami kedelai dianjurkan diberi "starter" bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penugalan tanah dilakukan pada saat tanaman remaja (fase vegetatif awal), sekaligus sebagai pembersihan dari gulma dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan kalium dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat biaya.

Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Cina. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia.
Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.
Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi
  • tahu (tofu),
  • bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam),
  • tempe
  • susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa),
  • tepung kedelai,
  • minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel.
  • taosi
  • tauco
5) Broom Corn Untuk Kesehatan Hati

  

Broom corn dan kedelai adalah kebutuhan yang penting bagi tubuh. Mereka berdua wajib ada untuk memenuhi kebutuhan dasar organ tubuh. Broomcorn baik untuk hati dan lambung. Terutama jika mengalami diare. Buburlah broomcorn dan makanlah selagi hangat.


Catatan tentang Broomcorn :

Boormcorn bukanlah jagung bunga jagung. Broomcorn hanyalah rumput panjang yang berbentuk baling-baling diatasnya. Broomcorn  sangat dibutuhkan sebagai bahan utama pembuatan sapu.Broomcorn juga berguna sebagai bahan pemanis buket dekorasiyang membuat rumah nampak lebih bersinar. Para pengrajin sangat menyukai broomcorn karena fungsinya yang banyak dan dapat digunakan untuk hiasan apapun, seperti mahkota, sapu, tanamanhiasan dinding dan masih banyak lagi. Broomcorn juga mempunyai biji-biji yang cantik dan kuat. Itulah sebabnya broomcorn mudah digunakan sbagai bahan kerajinan.


Broom corn is not really a corn at all. Broom corn is more of a tall grass that forms a majestic fan shaped seed head instead of ears of corn. Broom corn is used in the making of brooms. A natural bristled broom is madefrom the straw part of the broom corn plant. Broom corn is also used in decorative bouquets that you use to brighten a home. Broom corn is an ornamental plant that can also be made into a useful item like a broom. Crafters love broom corn since it is a multi purpose plant that can be used in many different types of crafts. Wreaths, bouquets, brooms, wall hangings and other craft bits and pieces can use broom corn. Broom corn has colorful seeds and strong stems that make it easy to use in craft projects.(source: How to Grow Broomcorn)
------------------------------------------------------------------------------------------------

Yellow Emperor’s Inner Canon said that take the five cereals as tonify food. It means that the five cereals is the base of diet and regimen. In Chinese medicine has the same saying too.


Millet and Spleen

Millet is the first of the five cereals. It has good effect on tonifying spleen and stomach. The rice bran oil which is on the top of millet is essence, eat it instead of drop it away. Millet is good for weak people. It can tonify middle-jiao and Qi, prolong life span.
 
Rice and Lung

Rice include common rice and pearl barley, which can tonify yin and make lung comfortable. It can still tonify stomach. When you have lung heat and cough, you can boil some rice porridge and drink the rice-water.

Wheat and Heart


Wheat is grow in autumn, stop growing during winter, start grow new leaf at spring, get fruit in summer. It contains all essences of four seasons so which is called the precious in five cereals. It can make people calm and do good to heart. Whole wheat with skin to cook porridge can dispel fidgety mood. Use light wheat to boil water can relieve women climacteric syndrome and spontaneous perspiration and night sweat.

Soybean and Kidney

Black bean in soybeans is related to kidney. It can tonify kidney and make body stronger, detoxification, moist skin and other functions like that. It is proper to people with deficient kidney.

Broomcorn and Liver

Though broomcorn and soybean are coarse cereals in five cereals, they are also indispensable. Broomcorn has the effect of tonigying liver and stomach. If you have chronic diarrhea you can chop the broomcorn noodle to eat. It can convergence and stop diarrhea.


Main Text :
Chinese Medicine
Wikipedia.com

Friday, March 18, 2011

Juwawut

Kategori :
Bahan pangan pokok

Spesies :
Setaria italica (Linn.) P. Beauv.

Nama Inggris :
Foxtail millet, Italian millet, German millet.

Sinonim :
Panicum italicum L. , Panicum viride L. [var.] italica L. , Setaria viridis (L.) P. Beauvois subsp. italica (L.) Briquet .

Nama Indonesia :
Juwawut

Nama Lokal :
juwawut (Jawa), jawawut (Sunda)

Deskripsi :
Rumput tahunan, sering berwarna sedikit ungu. Sistem perakaran padat, dengan akar liar tipis dan liat dari buku terbawah. Batang tegak, lampai, menyrisip dari tunas terbawah, kadang-kadang bercabang. Pelepah daun silindris, terbuka diatas; ligula pendek, berjumbai, helaian daun memita-melancip. Perbungaan malai seperti bulir, buliran berbentuk menjorong, bunga bawah steril, bunga atas hermaprodit. Biji membulat telur lebar, melekat pada sekam kelopak dan sekam mahkota, berwarna kuning pucat hingga jingga, merah, coklat atau hitam.

Distribusi/Penyebaran :
Juwawut telah diketahui sebagai tanaman sereal sejak lama (5000 SM di Negeri China dan 3000 SM di Eropa). Tanaman ini mungkin asal perkembangannya dari rumput liar dan prosese domestikasi telah berlangsung mulai dari Eropa ke Jepang, bahkan barangkali hingga China; kemungkinan besar juwawut pertama kali didomestikasi di dataran tinggi di Cina tengah dan langsung menyebar ke India dan Eropa. Sekarang, juwawut telah ditanam diseluruh dunia dan menjadi jenis yang paling penting di Cina, India dan Eropa bagian tenggara. Di Asia Tenggara, jenis ini hanya ditanam sewaktu-waktu dalam skala kecil.

Habitat :
Jenis ini dapat ditanam di daerah semi kering dengan curah hujan kurang dari 125 mm dalam 3—4 bulan masa pertumbuhan. Jenis ini tidak tahan terhadap genangan dan rentan terhadap periode musim kering yang lama. Di daerah tropis, tanaman ini dapat tumbuh pada daerah semi kering sampai ketinggian 2000 m. Tanaman ini menyukai lahan subur tetapi dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah dari tanah berpasir hingga tanah liat yang padat, dan bahkan tetap tumbuh pada tanah miskin hara atau tanah pinggiran.

Perbanyakan :
Jenis ini dapat diperbanyak dengan biji, baik ditaburkan atau ditanam dalam lubang. Kebutuhan benih 8—10 kg/ha apabila jenis yang ditanam hanya juwawut. Di India, jenis ini sering ditanam dalam campuran dengan padi-padian, kapas dan gandum.

Manfaat tumbuhan :
Butir juwawut digunakan untuk makanan manusia di Asia, Eropa bagian tenggara dan Afrika utara. Mungkin dimasak dan dimakan seperti beras, baik utuh maupun dengan dihancurkan. Juga dapat ditumbuk dan tepungnya dibuat roti tak beragi atau ketika tepungnya dicampur dengan tepung terigu dapat dibuat roti beragi. Tepungnya juga digunakan untuk membuat bubur dan puding. Di Cina bagian utara, tepung ini menjadi bagian dari bahan pokok makanan dan biasanya dicampur dengan polong-polongan dan dimasak, atau tepung dicampur dengan tepung sereal lain untuk membuat adonan roti dan mi. Di India, juwawut dihargai sebagai makanan dan diperlakukan sebagai hidangan `suci` dalam upacara-upacara yang religius. Di Cina, juwawut dianggap sebagai suatu makanan yang bergizi dan sering direkomendasikan untuk wanita-wanita yang hamil dan orang tua. Sejak tahun 1990 juwawut juga telah digunakan di Cina untuk membuat keripik mini, juwawut gulung kering dan tepung untuk makanan bayi. Kecambah juwawut digunakan sebagai sayuran dan terutama di Rusia dan Burma (Myanmar), digunakan sebagai bahan untuk membuat bir dan alkohol, dan di Cina, juga digunakan untuk membuat cuka dan anggur. Di Eropa, juwawut dan jenis Setaria lain ditanam sebagai makanan unggas dan burung peliharaan. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Setaria italica liar dapat menjadi gulma yang merugikan pada kebun gandum dan tanaman polong-polongan, terutama di daerah temperate/beriklim hangat. Sebagai bahan obat, juwawut dapat dipakai sebagai diuretic, astringent, digunakan untuk mengobati rematik.

Sumber Prosea :
10: Cereals p.127-130 (author(s): Rahayu, M. & Janzen, P.C.M.)
------------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan dari Wikipedia 

Juwawut (Setaria italica) adalah sejenis serealia berbiji kecil (milet) yang pernah menjadi makanan pokok masyarakat Asia Timur dan Asia Tenggara sebelum budidaya padi dikenal orang. Tumbuhan ini adalah yang pertama kali dibudidayakan di antara berbagai jenis milet dan sekarang menjadi milet yang terluas penanamannya di seluruh dunia, dan yang terpenting di Asia Timur.
Catatan dari Cina menunjukkan paling tidak juwawut telah dibudidayakan pada sekitar 6000 tahun sebelum Masehi. Pada saat itu, juwawut menjadi satu-satunya biji-bijian yang dibudidayakan di sana. Dari Cina, tanaman ini kemudian menyebar ke barat, hingga mencapai Eropa pada sekitar milenium kedua sebelum Masehi. Orang Romawi telah mengenal dan membudidayakannya, sehingga dikenal pula sebagai "milet Italia".
Tanaman juwawut adalah tanaman semusim seperti rumput, yang dapat mencapai ketinggian 2m. Malainya rapat, be"rambut", dan dapat mencapai panjang 30cm, sehingga orang Inggris menamakannya "milet ekor rubah" (foxtail millet). Bulirnya kecil, hanya sekitar 3mm diameternya, bahkan ada yang lebih kecil. Warna bulir beraneka ragam, mulai dari hitam, ungu, merah, sampai jingga kecoklatan.
Terdapat dua kelompok varietas biologis. Yang pertama adalah yang biasa dimakan orang, S. italica var. italica, dan yang kedua adalah yang biasa dijadikan pakan burung, S. italica var. moharica.

Foxtail millet (botanic name Setaria italica) is the second most widely planted species of millet, and the most important in East Asia. It has the longest history of cultivation among the millets, having been grown in China since sometime in the sixth millennium BC. Other names for foxtail millet include Italian millet, German millet, Chinese millet, and Hungarian millet.
Foxtail millet is an annual grass with slim, vertical, leafy stems which can reach a height of 120–200 cm (3.9–6.6 ft). The seedhead is a dense, hairy panicle 5–30 cm (2.0–12 in) long. The small seeds, around 2 mm (less than 1/8 in.) in diameter, are encased in a thin, papery hull which is easily removed in threshing. Seed color varies greatly between varieties.
  
Common names for Foxtail millet
In India: Tinai, camai, kavalai, kambankorai are some of the names for millet in Tamil. Nuvanam is millet flour. The gruel made from millet, the staple of Ancient Tamils, is called kali, moddak kali, kuul, and sangati. Korralu (Telugu), Navane (Kannada)

In Chinese-Speaking Territories: Xiao Mi (小米), meaning 'Little Rice'.

In China, foxtail millet is the most common millet and one of the main food crops, especially among the poor in the dry northern part of that country. In Europe and North America it is planted at a moderate scale for hay and silage, and to a more limited extent for birdseed.

It is a warm season crop, typically planted in late spring. Harvest for hay or silage can be made in 65–70 days (typical yield is 15,000-20,000 kg/ha of green matter or 3,000-4,000 kg/ha of hay), and for grain in 75–90 days (typical yield is 800–900 kg/ha of grain). Its early maturity and efficient use of available water make it suitable for raising in dry areas.

Diseases of foxtail millet include leaf and head blast disease caused by Magnaporthe grisea, smut disease caused by Ustilago crameri, and green ear caused by Sclerospora graminicola. The unharvested crop is also susceptible to attack by birds and rodents.

-----------------------------------------------------------------------------------------
Setaria Italica (L.) P.Beauv.

Protologue
Ess. Agrostogr.: 51, 170, 178 (1812).

Family
Poaceae (Gramineae)

Chromosome number
2n = 18

Vernacular names
Foxtail millet, Italian millet, German millet (En). Panis, millet des oiseaux, millet d’Italie (Fr). Painço, milho painço, milho painço de Itália (Po). Kimanga (Sw).

Origin and geographic distribution
Foxtail millet is an old crop, grown since 5000 BC in China and 3000 BC in Europe. It probably evolved from the wild Setaria viridis (L.) P.Beauv. (green foxtail millet), and it was most probably first domesticated in the highlands of central China, from where it spread to India and Europe soon thereafter. Evidence for this origin, however, is not conclusive and its domestication may have taken place anywhere in the area extending from Europe to Japan, perhaps even several times independently. Foxtail millet was the ‘panicum’ of the Romans. At present foxtail millet is cultivated all over the world. In tropical Africa it is cultivated to a limited extent in upland areas in East Africa and occasionally recorded elsewhere, e.g. in Cameroon and southern Africa (Malawi, Zimbabwe, Mozambique). In these areas it also occurs as an escape. Foxtail millet is also grown in South Africa and Lesotho.

Uses
The husked grain of foxtail millet is used as food in Asia, south-eastern Europe and Africa. It is most important in China and India. The grain may be cooked and eaten like rice, either entire or broken. It can be ground and made into unleavened bread or, when mixed with wheat flour, into leavened bread. The flour is also made into cakes, porridges and puddings. In northern China foxtail millet forms part of the staple diet; it is usually mixed with pulses and cooked, or the flour is mixed with that of other cereals in the preparation of bread and noodles. It is considered a nutritious food and is often recommended for the elderly and for pregnant women. Since the 1990s it has been used in China for the industrial preparation of mini crisp chips, millet crisp rolls and flour for baby foods. Foxtail millet is used in the preparation of beer and alcohol, especially in Russia and Myanmar, and for vinegar and wine in China. Sprouted seeds are eaten as a vegetable, e.g. in China.

In Europe and the United States foxtail millet is primarily grown as bird feed. It is an important fodder crop (‘moha’); in the United States and Europe it is grown for hay and silage, and in China the straw is an important fodder. The straw is also used for thatching and bedding, e.g. in India. The bran serves as animal feed and can be used for oil extraction. Foxtail millet is credited with diuretic, astringent and emollient properties and is used to treat rheumatism. It can be sown in contour strips for erosion control.

Production and international trade
Production statistics for foxtail millet are scarce because they are usually lumped with those of other millets. The annual world production of foxtail millet in the early 1990s was estimated at 5 million t (18% of total millet production), with China being the main producer. In tropical Africa the production of foxtail millet is much lower than that of pearl millet (Pennisetum glaucum (L.) R.Br.) and finger millet (Eleusine coracana (L.) Gaertn.), but no statistics are available. In India and China foxtail millet is mainly grown for home consumption.

Properties
The composition of foxtail millet grain per 100 g edible portion is: water 12 g, energy 1470 kJ (351 kcal), protein 11.2 g, fat 4.0 g, carbohydrate 63.2 g, crude fibre 6.7 g, Ca 31 mg, Fe 2.8 mg, thiamin 0.6 mg, riboflavin 0.1 mg and niacin 3.2 mg (FAO, 1995). The essential amino-acid composition per 100 g grain is: tryptophan 103 mg, lysine 233 mg, methionine 296 mg, phenylalanine 708 mg, threonine 328 mg, valine 728 mg, leucine 1764 mg and isoleucine 803 mg (FAO, 1970). The starch granules are spherical, angular or polyhedral with a diameter of 6–17 μm. Most foxtail cultivars are non-glutinous and are thus suitable for the diet of people with coeliac disease. The bran contains about 9% oil.

Description
Erect annual grass up to 150(–175) cm tall, tufted, often variously tinged with purple; root system dense, with thin wiry adventitious roots; stem erect, tillering at base, sometimes branched. Leaves alternate, simple; leaf sheath 10–15(–25) cm long, glabrous or slightly hairy; ligule short, fimbriate; blade linear, 15–30(–50) cm × 0.5–2.5(–4) cm, acuminate at apex, midrib prominent, slightly rough. Inflorescence a spike-like panicle 5–30 cm × 1–2(–5) cm, erect or pendulous, continuous or interrupted at base; rachis ribbed and hairy; lateral branches short, bearing 6–12 spikelets. Spikelets almost sessile, subtended by 1–3 bristles up to 1.5 cm long, elliptical, usually about half as long as the bristles, 2-flowered; lower glume small and 3-veined, upper glume slightly shorter than spikelet, 5-veined; lower floret sterile, upper one bisexual with 5-veined lemma and palea, 2 lodicules, 3 stamens and superior ovary with 2 plumose stigmas. Fruit a caryopsis (grain), broadly ovoid, up to 2 mm long, pale yellow to orange, red, brown or black, tightly enclosed by lemma and palea.

Other botanical information
Setaria comprises about 100 species distributed in the tropics, subtropics and temperate regions. Foxtail millet is the most economically valuable species of the genus. Several wild Setaria species are harvested for their seeds, e.g. Setaria finita Launert in Namibia. Setaria sphacelata (Schumach.) Stapf & C.E.Hubb. ex M.B.Moss is cultivated as a forage throughout the tropics and its grains are gathered as a famine food in Africa. The grains of Setaria pumila (Poir.) Roem. & Schult. are also eaten as a famine food, e.g. in Mali, Burkina Faso, Sudan and Ethiopia, but it is more important as a forage. Setaria verticillata (L.) P.Beauv. is a forage plant, but also collected as a famine food, e.g. in Niger, Sudan and Namibia.
Setaria italica is a ‘crop-weed complex’, i.e. with wild and cultivated types. These types show no crossing barriers and isozyme analysis and molecular studies have confirmed their similarity. The wild types are considered to represent Setaria viridis (green foxtail millet), the cultivated ones Setaria italica (foxtail millet).

Green foxtail millet occurs worldwide as a variable, annual weed, especially common in temperate regions. It differs from foxtail millet in its completely caducous spikelets, upper glume about as long as the spikelet and more roughly papillose lemma. It is sometimes considered a subspecies of Setaria italica: subsp. viridis (L.) Thell. It is also known as green bristle grass, and is one of the world’s most noxious weeds, but it is sometimes used as fodder or for medicinal purposes.
Foxtail millet is very variable and numerous cultivars exist, differing in time to maturity, plant height, size, habit and structure of inflorescence, number, colour and length of bristles, and colour of grain. Primitive cultivars have numerous, strongly branched stems (like green foxtail millet), while advanced cultivars produce a single stem with a large, solitary inflorescence.

Growth and development
Foxtail millet generally starts flowering at about 60 days after sowing, and flowering lasts for 10–15 days. Flowering proceeds from the top of the panicle downward. The flowers open late at night or early in the morning, and close soon after opening. Foxtail millet is largely self-pollinating with an average outcrossing rate of 4%; natural hybrids between wild and cultivated types occur. Total crop duration is 80–120 days, although some cultivars only need 60 days to mature. Foxtail millet has largely lost the ability of natural seed dispersal, and shows a tendency toward uniform plant maturity. Foxtail millet follows the C4-cycle photosynthetic pathway.

Ecology
Foxtail millet is primarily a crop of subtropical and temperate regions; in the tropics it is grown up to 2000(–3300) m altitude. It does not tolerate frost. In China and India it is mainly grown in areas with an annual rainfall of 400–800 mm. Foxtail millet is not particularly drought-resistant, but its short crop cycle makes it suitable for low-rainfall areas and it can be grown in semi-arid regions with rainfall less than 125 mm in the 3–4 months of growth. It is, however, susceptible to long periods of drought. Flowering is normally accelerated by short days, but day-neutral cultivars exist. Foxtail millet prefers fertile soils with a pH of about 6.5, but can be grown successfully on a wide range of soils, from light sands to heavy clays, and even yields reasonably well on poor or marginal soils. It does not tolerate waterlogging.

Propagation and planting
Foxtail millet is propagated by seed. The 1000-seed weight is about 2 g. Dormancy is common in freshly harvested seed. The recommended seed rate for sole cropping in Kenya is 4 kg/ha, with a distance of 30 cm between rows and 10 cm within the row. In China and India it is sown at a seed rate of 5–15 kg/ha when grown in pure stands, with plant densities of 300, 000–1.5 million plants/ha. It is either broadcast or drilled in rows 20–60 cm apart, with 5–20 cm within the row, and thinning may be practised. The usual sowing depth is 3–6 cm and a fine, firm seed-bed is required. Foxtail millet is grown as a sole crop or intercropped, e.g. with finger millet, cotton, sorghum or pigeon pea in India.

Management
In Kenya the first weeding of foxtail millet is recommended at 2–3 weeks after emergence of the seedlings, and the second one 2 weeks later. In India foxtail millet is usually weeded once at about 3 weeks after sowing. Foxtail millet responds well to manuring, but generally only irrigated crops are manured. It is usually grown as a rainfed crop, but it may also be grown under irrigation, e.g. in India. Crop rotation of foxtail millet with finger millet and sorghum is common in India. Sometimes it is grown as a catch crop when paddy rice has failed.

Diseases and pests
The most serious diseases of foxtail millet are blast (Pyricularia setariae), downy mildew (Sclerospora graminicola), leaf rust (Uromyces setariae-italiae) and smut (Ustilago crameri). Downy mildew and smut can be controlled by treating the seed. Important insect pests of foxtail millet are shoot flies (Atherigona spp.), crickets, borers and caterpillars. Foxtail millet is highly susceptible to bird attack in the field, and mice and rats also damage the crop. In stored grain, seed smut (Sorosporium bullatum) and kernel smut (Ustilago paradoxa) may cause considerable losses in addition to the common cereal storage insects.

Harvesting
Foxtail millet is harvested manually by cutting off the panicles and threshing them. Mechanical harvesting with a combine or binder is possible. In southern India whole plants may be cut and threshed by trampling by cattle or by passing a stone roller over the plants. When grown for fodder, foxtail millet should be harvested before flowering.

Yield
The average annual yield of rainfed foxtail millet is 800–900 kg/ha of grain and 2500 kg/ha of straw. Improved cultivars in China yield 1800 kg/ha of grain in regions with less than 900 mm annual rainfall. Much higher grain yields can be obtained with irrigation (in China experimental yields have reached 11 t/ha). As forage it may yield 15–20 t green matter per ha or 3.5 t hay.

Handling after harvest
Foxtail millet should be dried thoroughly before storage. The grain is usually husked just before processing because husked grains are readily infested with insects. Husking can be done with a stone roller or with rice milling machinery. In China mini crisp chips are made by cooking husked grains, pressing the product to 1 mm thickness, drying, frying in oil and flavouring. Crispy rolls are prepared from husked grains which are soaked in water, ground and, after addition of sugar, toasted between 2 iron plates and formed into rolls.

Genetic resources
Large collections of foxtail millet germplasm are kept by the Institute of Crop Germplasm Resources (CAAS), Beijing, China (25,380 accessions), the International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics (ICRISAT), Patancheru, India (1528 accessions) and the All India Coordinated Minor Millet Project, University of Agricultural Sciences, Bangalore, India (1300 accessions). In Africa a collection of 451 foxtail millet accessions is kept at the National Dryland Farming Research Station, Machakos, Kenya. Resistance to blast and rust has been identified in germplasm collections.

Breeding
Foxtail millet breeding is mainly carried out in China and India. Major breeding objectives are developing high-yielding cultivars which produce protein-rich seed and are resistant to diseases, pests and lodging, and adapted to local ecological circumstances. In China, for example, cultivars with a short growing cycle and a high drought and cold tolerance have been developed; these can be grown in the summer season after winter wheat. The recommended cultivar in Kenya is ‘KAT/FOX-1’; it matures in 3–4 months. Techniques applied in foxtail millet breeding include selection, hybridization (using male-sterile lines) and radiation-induced mutations. Due to the floral morphology (very small flowers) and flowering behaviour of foxtail millet, artificial cross-pollination is difficult, but an effective procedure for artificial hybridization of foxtail millet has been developed in the United States. High levels of heterosis for grain yield (67%) and panicle length (68%) have been found.

Prospects
On a worldwide scale foxtail millet has lost its importance as a food crop in competition with major cereals such as wheat, rice, maize and sorghum. However, because of its short crop cycle and the fact that it can be grown on a wide range of soil types it may remain a useful crop in Asia on poor agricultural land in regions with low rainfall or a short growing season. The prospects for foxtail millet in tropical Africa seem limited, but it may gain importance as a niche crop in dry regions at medium to high altitudes.

Major references
• de Wet, J.M.J., Oestry-Stidd, L.L. & Cubero, J.I., 1979. Origins and evolution of foxtail millets (Setaria italica). Journal d’Agriculture Traditionnelle et de Botanique Appliquée 26: 53–64.
• FAO, undated. Setaria italica (L.) Beauv. [Internet] FAO Crop and Grassland Service (AGPC), Rome, Italy. http://www.fao.o g/ag/AGP/AGPC/doc/GBASE/ DATA/Pf000314.htm, Accessed January 2005.
• Hanelt, P. & Institute of Plant Genetics and Crop Plant Research (Editors), 2001. Mansfeld’s encyclopedia of agricultural and horticultural crops (except ornamentals). 1st English edition. Springer Verlag, Berlin, Germany. 3645 pp.
• Oduori, C.O., 1993. Small millets production and research in Kenya. In: Riley, K.W., Gupta, S.C., Seetharam, A. & Mushonga, J.N. (Editors). Advances in small millets. Oxford & IBH Publishing, New Delhi, India. pp. 67–73.
• Prasada Rao, K.E. & de Wet, J.M.J., 1997. Small millets. In: Fuccillo, D., Sears, L. & Stapleton, P. (Editors). Biodiversity in trust: conservation and use of plant genetic resources in CGIAR Centres. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom. pp. 259–272.
• Prasada Rao, K.E., de Wet, J.M.J., Brink, D.E. & Mengesha, M.H., 1987. Infraspecific variation and systematics of cultivated Setaria italica, foxtail millet (Poaceae). Economic Botany 41(1): 108–116.
• Purseglove, J.W., 1972. Tropical crops. Monocotyledons. Volume 1. Longman, London, United Kingdom. 334 pp.
• Rahayu, M. & Jansen, P.C.M., 1996. Setaria italica (L.) P. Beauvois cv. group Foxtail Millet. In: Grubben, G.J.H. & Partohardjono, S. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No 10. Cereals. Backhuys Publishers, Leiden, Netherlands. pp. 127–130.
• Riley, K.W., Gupta, S.C., Seetharam, A. & Mushonga, J.N. (Editors), 1993. Advances in small millets. Oxford & IBH Publishing, New Delhi, India. 557 pp.
• Seetharam, A., Riley, K.W. & Harinarayana, G., 1990. Small millets in global agriculture. Proceedings of the first international small millets workshop, Bangalore, India, October 29 – November 2, 1986. Aspect Publishing, London, United Kingdom. 392 pp.
Other references
• Benabdelmouna, A., Shi, Y., Abirached-Darmency, M. & Darmency, H., 2001. Genomic in situ hybridization (GISH) discriminates between the A and B genomes in diploid and tetraploid Setaria species. Genome 44(4): 685–690.
• Benabdelmouna, A., Abirached-Darmency, M. & Darmency, H., 2001. Phylogenetic and genomic relationships in Setaria italica and its close relatives based on the molecular diversity and chromosomal organization of 5S and 18S-5.8S-25S rDNA genes. Theoretical and Applied Genetics 103(5): 668–677.
• Burkill, H.M., 1994. The useful plants of West Tropical Africa. 2nd Edition. Volume 2, Families E–I. Royal Botanic Gardens, Kew, Richmond, United Kingdom. 636 pp.
• Clayton, W.D., 1989. Gramineae (Paniceae, Isachneae and Arundinelleae). In: Launert, E. & Pope, G.V. (Editors). Flora Zambesiaca. Volume 10, part 3. Flora Zambesiaca Managing Committee, London, United Kingdom. 231 pp.
• CSIR, 1972. The wealth of India. A dictionary of Indian raw materials & industrial products. Raw materials. Volume 9: Rh–So. Publications and Information Directorate, Council of Scientific and Industrial Research, New Delhi, India. 472 pp.
• de Wet, J.M.J., 1995. Foxtail millet. In: Smartt, J. & Simmonds, N.W. (Editors). Evolution of crop plants. 2nd Edition. Longman, London, United Kingdom. pp. 170–172.
• FAO, 1970. Amino-acid content of foods and biological data on proteins. FAO Nutrition Studies No 24, Rome, Italy. 285 pp.
• FAO, 1995. Sorghum and millets in human nutrition. FAO food and nutrition series No 27. Food and Agriculture Organization, Rome, Italy. 184 pp.
• Gibbs Russell, G.E., Watson, L., Koekemoer, M., Smook, L., Barker, N.P., Anderson, H.M. & Dallwitz, M.J., 1990. Grasses of Southern Africa: an identification manual with keys, descriptions, distributions, classification and automated identification and information retrieval from computerized data. Memoirs of the Botanical Survey of South Africa No 58. National Botanic Gardens / Botanical Research Institute, Pretoria, South Africa. 437 pp.
• Hulse, J.H., Laing, E.M. & Pearson, O.E., 1980. Sorghum and the millets: their composition and nutritive value. Academic Press, London, United Kingdom. 997 pp.
• ICRISAT & FAO, 1996. The world sorghum and millet economies: facts, trends and outlook. ICRISAT, Patancheru, India & FAO, Rome, Italy. 68 pp.
• Klaassen, E.S. & Craven, P., 2003. Checklist of grasses in Namibia. Southern African Botanical Diversity Network Report No 20. SABONET, Pretoria, South Africa. 130 pp.
• le Thierry d’Ennequin, M., Panaud, O., Toupance, B. & Sarr, A., 2000. Assessment of genetic relationships between Setaria italica and its wild relative Setaria viridis using AFLP markers. Theoretical and Applied Genetics 100(7): 1061–1066.
• Li, Y., Jia, J., Wang, Y. & Wu, S., 1998. Intraspecific and interspecific variation in Setaria revealed by RAPD analysis. Genetic Resources and Crop Evolution 45(3): 249–285.
• Malm, R.N. & Rachie, K.O., 1971. Setaria millets: a review of the world literature. Station Bulletin No 513. Experiment Station, University of Nebraska College of Agriculture, Lincoln, United States. 133 pp.
• Ministry of Agriculture and Rural Development, 2002. Field crops technical handbook. 2nd Edition. Ministry of Agriculture and Rural Development, Nairobi, Kenya. 219 pp.
• Petr, J., Michalik, I., Tlaskalova, H., Capouchova, I., Famera, O., Urminska, D., Tukova, L. & Knoblochova, H., 2003. Extension of the spectra of plant products for the diet in coeliac disease. Czech Journal of Food Sciences 21(2): 59–70.
• Siles, M.M., Baltensperger, D.D. & Nelson, L.A., 2001. Technique for artificial hybridization of foxtail millet (Setaria italica (L.) Beauv.). Crop Science 41(5): 1408–1412.
• Siles, M.M., Russell, W.K., Baltensperger, D.B., Nelson, L.A., Johnson, B., van Vleck, L.D., Jensen, S.G. & Hein, G., 2004. Heterosis for grain yield and other agronomic traits in foxtail millet. Crop Science 44(6): 1960–1965.
• Wanous, M.K., 1990. Origin, taxonomy and ploidy of the millets and minor cereals. Plant Varieties and Seeds 3(2): 99–112.

Sources of illustration
• Rahayu, M. & Jansen, P.C.M., 1996. Setaria italica (L.) P. Beauvois cv. group Foxtail Millet. In: Grubben, G.J.H. & Partohardjono, S. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No 10. Cereals. Backhuys Publishers, Leiden, Netherlands. pp. 127–130.
• Hanelt, P. & Institute of Plant Genetics and Crop Plant Research (Editors), 2001. Mansfeld’s encyclopedia of agricultural and horticultural crops (except ornamentals). 1st English edition. Springer Verlag, Berlin, Germany. 3645 pp.

Author(s)
M. Brink
PROTA Network Office Europe, Wageningen University, P.O. Box 341, 6700 AH Wageningen, Netherlands
Based on PROSEA 10: ‘Cereals’.

Editors
M. Brink
PROTA Network Office Europe, Wageningen University, P.O. Box 341, 6700 AH Wageningen, Netherlands
G. Belay
Ethiopian Agricultural Research Organization, Debre Zeit Center, P.O. Box 32, Debre Zeit, Ethiopia

Associate editors
J.M.J. de Wet
Department of Crop Sciences, Urbana-Champaign, Turner Hall, 1102 South Goodwin Avenue, Urbana, IL 61801, United States
O.T. Edje
Faculty of Agriculture, University of Swaziland, P.O. Luyengo, Luyengo, Swaziland
E. Westphal
Ritzema Bosweg 13, 6706 BB Wageningen, Netherlands


General editors
R.H.M.J. Lemmens
PROTA Network Office Europe, Wageningen University, P.O. Box 341, 6700 AH Wageningen, Netherlands
L.P.A. Oyen
PROTA Network Office Europe, Wageningen University, P.O. Box 341, 6700 AH Wageningen, Netherlands
Photo editor
A. de Ruijter
PROTA Network Office Europe, Wageningen University, P.O. Box 341, 6700 AH Wageningen, Netherlands

Correct citation of this article:
Brink, M., 2006. Setaria italica (L.) P.Beauv. In: Brink, M. & Belay, G. (Editors). PROTA 1: Cereals and pulses/Céréales et légumes secs. [CD-Rom]. PROTA, Wageningen, Netherlands.



Taken from :
text : Juwawut, Wikipedia Indonesian, Wikipedia English, Setaria Italic

Tuesday, March 15, 2011

Obat - Obat Yang Membantu Untuk Berhenti Merokok

1. Varenicline

img
Deskripsi:
Varenicline adalah agen penghenti merokok. Obat ini bekerja di otak dengan cara menghambat efek menyenangkan dari rokok. Hal ini menurunkan keinginan untuk merokok.

Indikasi:
Membantu untuk berhenti merokok.

Dosis:rokok
  1. 1 mg melalui mulut (per oral) 2 kali sehari, diikuti dengan titrasi selama 1 minggu.
  2. Hari 1-3: 0.5 mg melalui mulut (per oral), 1 kali sehari
  3. Hari 4-7: 0.5 mg melalui mulut (per oral), 2 kali sehari
  4. Hari 8-akhir masa pengobatan: 1 mg melalui mulut (per oral), 2 kali sehari
  5. Durasi: 3-6 bulan

Pelaksanaan:
Mulai dosis 1-2 minggu sebelum sasaran tanggal berhenti.

Efek Samping:
Mual, insomnia, sakit kepala, mengantuk, kepeningan, mimpi yang aneh, kelelahan, ketidaknyamanan perut, peningkatan nafsu makan.

Instruksi Khusus:
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan disfungsi ginjal, mereka yang sedang menjalani dialisis dan pasien dengan penyakit psikiatrik yang serius
(ir/ir)

2. Nicotine Patch

 

img

Deskripsi:
Nicotine Patch adalah pencegah merokok. Nicotine Patch bekerja dengan menyediakan nikotin dengan kadar rendah, yang membuat berhenti merokok dengan mengurangi tanda-tanda fisik dari gejala-gejala ketagihan.

Indikasi:
Membantu untuk berhenti merokok.

Daya obat yang tersedia: 15 mg/16 jam (30 cm2), 10 mg/16 jam (20 cm2), 5 mg/16 jam (10 cm2 potongan kecil (patch) selama 12 minggu kemudian ganti ke dosis patch lebih kecil selama 2-3 minggu.

  • >20 rokok/hari: 30 cm2 patch selama 12 minggu kemudian ganti ke dosis patch lebih kecil selama 2-3 minggu.



  • Efek Samping:
    Reaksi kulit lokal ringan (erythema, gatal-gatal), ketidaknyamanan perut, sakit kepala.

    Instruksi Khusus:
    1. Berhenti merokok secara total sebelum memulai terapi.
    2. Gunakan 1 patch (potongan kecil) di area kulit utuh yang bersih, kering dan tanpa bulu pada batang atau lengan tangan atas dengan kesadaran. Pindahkan patch setelah 16 jam pada saat tidur. Putar-putar bagian yang diberikan patch tersebut.

    3. Nicotine Nasal Spray


    img

    Deskripsi:
    Nicotine nasal spray adalah pencegah merokok. Nicotine nasal spray digunakan untuk menghilangkan gejala ketagihan pada orang yang mencoba untuk berhenti merokok. Nicotine nasal spray ini harus digunakan sebagai bagian dari program penghentian merokok yang komprehensif.

    Indikasi:
    Membantu untuk berhenti merokok.

    Daya obat yang tersedia:

    500 mcg/spray

    Dosis:
    1. 1 semprotan (spray) ke dalam masing-masing lubang hidung seperti yang diperlukan.
    2. Dosis maksimum: 2 semprotan/jam atau 64 semprotan/hari
    3. Durasi maksimum: 3 bulan

    Efek Samping:
    Iritasi hidung, rhinitis, iritasi tenggorokan, mata berair, batuk.

    Instruksi Khusus:
    1. Berhenti merokok secara total sebelum memulai terapi.
    2. Berikan ke dalam hidung melalui metered dose spray pump. Miringkan kepala sedikit ke belakang. Jangan mengendus, menelan atau menghirup melalui hidung selama pengaturan, karena akan menyebabkan iritasi.

    4. Nicotine Lozenge

    img

    Deskripsi:
    Nicotine Lozenge adalah pencegah merokok. Nicotine Lozenge bekerja dengan menyediakan nikotin dengan kadar rendah, yang membuat berhenti merokok dengan mengurangi tanda-tanda fisik dari gejala-gejala ketagihan.

    Indikasi:
    Membantu untuk berhenti merokok.

    Daya obat yang tersedia:
    1 mg/loz

    Dosis:
    1. 1 loz setiap 1-2 jam
    2. Dosis yang biasa: 8-12 loz/hari
    3. Kurangi dosis secara bertahap setelah 3 bulan dan hentikan penggunaan ketika hanya 1-2 loz/hari digunakan
    4. Dosis maksimum: 25 loz/hari
    5. Durasi maksimum: 6 bulan

    Efek Samping:
    Iritasi lokal pada mulut dan tenggorokan, batuk, rhinitis, ketidaknyamanan perut, tersedak.

    Instruksi Khusus:
    1. Berhenti merokok secara total sebelum memulai terapi.
    2. Harus dihisap dengan lambat sampai rasanya semakin kuat. Diamkan loz antara dinding pipi dan gusi. Ketika rasanya menghilang, ulangi proses hingga lozenge selesai (sekitar 30 menit).

    5. Nicotine Inhaler

    img

    Deskripsi:
    Nicotine Inhaler adalah pencegah merokok. Nicotine Inhaler bekerja dengan menyediakan nikotin dengan kadar rendah, yang membuat berhenti merokok dengan mengurangi tanda-tanda fisik dari gejala-gejala ketagihan.

    Indikasi:
    Membantu untuk berhenti merokok.

    tersedia:
    10 mg/cartridge (isi)


    Dosis:

    1. Dosis yang biasa: 6-12 isi/hari selama 12 minggu, kemudian kurangi secara bertahap selama 4-12 minggu.
    2. Durasi maksimum: 6 bulan

    Efek Samping:
    Iritasi lokal pada mulut dan tenggorokan, batuk, rhinitis, ketidaknyamanan perut, tersedak.

    Instruksi Khusus:
    1. Berhenti merokok secara total sebelum memulai terapi.
    2. Gunakan inhaler seperti menggunakan rokok, ambil 4 isapan/menit. Gunakan selama 20 menit setiap kali muncul keinginan merokok. Inhaler akan habis sekitar 4 sesi penggunaan. Satu cartridge (isi) bisa menggantikan 4 rokok.

    Compiled from : Jatjatdriya's blog n detikhealth.com